Monday, October 14, 2013

Penulis: Naila Rohmatin | Editor: Sukma Mardiyah

Sekilas Info Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles betina). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), secara global estimasi kematian yang diakibatkan oleh penyakit malaria pada tahun 2010 adalah 655.000 kasus malaria di seluruh dunia. Selain itu, tercatat 86% kematian terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun. Alokasi dana dari WHO dalam program penanggulangan malaria adalah 2 juta dolar Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan perlunya komitmen setiap negara untuk menanggulangi kejadian penyakit malaria.

Berdasarkan luasnya dampak yang diakibatkan oleh penyakit ini maka negara-negara di dunia sepakat untuk menjalankan suatu program pemberantasan malaria yang disebut Global Malaria Action Plan (GMAP). Organisasi Kesehatan dunia menetapkan pemberantasan penyakit Malaria hingga prevalensi minimal sebagai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs). Dengan adanya target MDGs tersebut, upaya pengendalian penyakit malaria di Indonesia semakin membaik. Angka kesakitan malaria selama tahun 2000-2009 cenderung menurun. Malaria ditemukan lebih dari 90 negara atau hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Menurut MDGs sendiri, kasus malaria masuk kedalam pencapaian target MDGs yang ke-6 yaitu memerangi penyaki malaria, artinya kasus malaria masih merupakan kasus yang perlu perhatian banyak pihak dalam upaya mengendalikan penyebarannya dan menurunkan jumlah kasus baru malaria demi tercapainya tujuan pada 2010.

Apa Itu Skrining Malaria?
Pelaksanaan skrining merupakan salah satu cara untuk menjaring kelompok yang beresiko terinfeksi malaria dan memisahkannya antara orang yang sakit dengan orang yang sehat. Uji skrining berdasarkan kriteria Dinkes untuk sensitivitasnya yaitu 85%. Proses pelaksanaan screening ada 2 tahap yaitu:

11. Tahap I adalah melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit. Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit. Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap selanjutnya.
2. Tahap II yaitu pemeriksaan diagnostik. Bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan. Namun, bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit namun harus dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik.Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan mempunyai kebijakan program dengan mendiagnosis malaria secara mikroskopis.

Apa Itu Uji Reaksi Cepat?
Uji Reaksi Cepat atau yang disebut dengan Rapid Diagnostic Test (RDT) merupakan salah satu alat diagnostik alternatif dalam mendeteksi Plasmodium secara cepat dan tidak memerlukan keterampilan khusus. Uji Reaksi Cepat atau RDT itu merupakan pemeriksaan secara non mikroskopik. Mengapa? Karena RDT dilakukan dengan menggunakan parascreen dan pengobatannya menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT). Tapi hasil dari pemeriksaan ini masih harus diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria dengan pemeriksaan sediaan darah, yaitu pemeriksaan secara mikroskop karena pemeriksaan mikroskopik merupakan gold standard (standard baku) untuk diagnosis pasti malaria.

 Pemeriksaan mikroskop itu dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis, baik di rumah sakit/Puskesmas/lapangan tujuannya adalah untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif), spesies dan stadium plasmodium serta kepadatan parasit dalam darah. 

Kelebihan dari RDT antara lain:
1. Digunakan untuk tes cepat saat menghadapi wabah di lapangan
2. Tes dilakukan tanpa harus menggunakan sampel sediaan darah
3. Pemakaiannya mudah tanpa harus dilakukan oleh orang terlatih
Kelemahan dari RDT adalah masih perlunya pemeriksaan lanjut secara mikroskopik untuk mendapatkan kepastian sehingga dianggap seperti kerja dua kali. Sedangkan kelemahan dari pemeriksaan secara mikroskopik, antara lain:
1.      Harus menggunakan atau membuat sediaan darah terlebih dahulu
2.  Membutuhkan tenaga yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus untuk melihat dan membaca sedian darah agar tidak terjadi kesalahan yang fatal.
3.      Tidak dapat digunakan dilapangan saat menghadapi wabah.
4.      Butuh biaya banyak dan waktu yang lama.
Tetapi, ada juga kelebihan dari pemeriksaan secara mikroskopik yaitu pemeriksaan tersebut merupakan Gold Standard (Standard Baku) untuk diagnosis pasti malaria. Sebenarnya, perbandingan hasil antara RDT dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah itu tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, karena masing-masing tes memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Oleh karena itu, untuk para petugas kesehatan terutama para teknisi laboratorium harus memiliki keahlian dan ketelitian khusus serta keterampilan yang lebih dalam melihat dan membaca sediaan darah pada pemeriksaan mikroskopik karena jika tidak akan terjadi kesalahan yang fatal.
Jadi dengan demikian, diharapkan agar tujuan MDGs memerangi penyakit malaria dalam upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus demi tercapainya tujuan pada 2015 itu dapat tercapai dan target pemerintah untuk mengeliminasi secara bertahap penyakit malaria demi tercapainya Indonesia bebas malaria pada tahun 2030 juga dapat terwujud. Amin..

Referensi:

1.        Nur Amani, M. Kadar, A. Abdul Kadar. dan Solikhah. 2009. Skrining Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuasin Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Kesmas UAD Vol. 3, No. 3. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
4.        Arsin, A. A,  Heri Paerunan, Sri Syatriani. Posting Hiryani, Desi. 2012. Perbandingan Rapid Diagnostic Test dan Pemeriksaan Mikroskopik pada Diagnosis Malaria. http://www.jurnalkesmas.org/berita-334-perbandingan-rapid-diagnostic-test-dan-pemeriksaan-mikroskopik-pada-diagnosis-malaria.html Akses pada 20 Mei 2013
5.        Rahman, M. A. Istiana dan Nelly Al Audhah. 2013. Perbandingan Efektivitas Rapid Diagnosyic Test (RDT) Dengan Pemeriksaan Mikroskop Pada Penderita Malaria Klinis Di Kec. Jaro. Jurnal. http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/article/view/255 Akses pada 20 Mei 2013
6.        Ben. 2012. Bagaimana Memastikan Pasien Menderita Malaria Dan Bukan Demam Biasa. http://www.floresbangkit.com/2012/12/bagaimana-memastikan-pasien-menderita-malaria-dan-bukan-demam-biasa/ Akses pada 20 Mei 2013
7.        Biak Tingkatkan Pengendalian Malaria. 2011. http://www.jurnas.com/halaman/9/2011-1212/192110
8.        Desrinawati. 2012. Rapid Manual Test sebagai Alat Diagnostik Malaria falciparum. http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=227 Akses pada 20 Mei 2013
9.        Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 4, Nomor 1, Agustus 2009.
11.    Malaria Rapid Diagnostic Test. 2007. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5627a4.htm

Tagged:

0 comments:

Post a Comment