Penulis: Ana Erviana | Editor: Nur Luthfiyah
Prevalensi
PJK
Salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang sedang kita hadapi di era pembangunan kesehatan ini adalah
beban ganda penyakit, yaitu di salah satu pihak masih banyaknya penyakit
infeksi yang harus ditangani, di lain pihak terjadi peningkatan penyakit yang tidak
menular. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kematian di dunia pada
tahun 2008 yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 63% dari jumlah
kematian di dunia dan diprediksikan akan
meningkat pada tahun 2010 sebanyak 15% (WHO, 2010).
Menurut data yang termuat di Buletin
Jendela dan Data Kesehatan oleh Depkes RI tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 57
juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau
hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) (Depkes RI,
2012). Di Indonesia menurut hasil Riskesdas (2007) angka kematian akibat
penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada
tahun 2007 dan pada tahun 2008 terdapat sebanyak 582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan
meninggal karena PTM (Riskesdas, 2007).
Salah satu penyakit PTM yang
meresahkan masyarakat saat ini adalah penyakit jantung dan pembuluh darah.
Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta
(30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama
oleh serangan jantung (7,6 juta) dan strok (5,7 juta). Pada tahun 2015,
kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah
diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).
Dari bebarapa kumpulan penyakit
kardiovaskular, penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit yang
menjadi masalah kesehatan. WHO memperkirakan 15 juta orang di dunia meninggal
akibat jantung pertahunnya, yaitu sama dengan 30% total kematian di dunia. Selanjutnya,
7 juta lebih kematian tersebut di antaranya akibat penyakit jantung koroner,
500 ribu akibat stoke, dan 691 juta mengalami hipertensi (Muchtar, 2010).
Di negara lain, penyakit jantung
koroner juga merupakan salah satu penyakit kardivaskular yang menyebabkan
kematian. Pada tahun 2005, di Amerika Serikat sebanyak 56% kematian disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular dan
didominasi oleh penyakit jantung koroner (Adams, et al. 2009). Hal ini juga
terjadi di Inggris pada tahun 2006, angka kematian paling banyak disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular dan jantung koroner sebagai penyebab utamanya
(Falherty, et al. 2012).
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas
(2007) menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) yang paling
banyak adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, hipertensi
dan penyakit jantung bawaan (Depkes RI 2009). Sensus nasional tahun 2001
menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit
jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, (Depkes RI, 2001 dalam Mamat, 2008).
Faktor
Risiko PJK
Penyakit jantung koroner merupakan
penyakit disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang
mengalirkan darah ke otot jantung. Bilamana penyempitan ini menjadi parah maka
dapat terjadi serangan jantung dan apabila terjadi penyempitan pembuluh arteri ke otak dapat
menimbulkan stroke (Soeharto. 2000).
Faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, yaitu: (1) fakror
yang tidak bisa dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin dan genetik; (2) faktor
yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes, hiperlipedimia, merokok,
kolesterol, stres dan olah raga (Bustan, 2007).
a. Umur
Umur merupakan faktor yang amat
berpengaruh terhadap kejadian PJK, terutama terhadap terjadinya pengendapan
aterosklerosis pada arteri koroner. Saluran arteri koroner ini dapat dibandingkan dengan saluran pipa
leding, yaitu semakin tua umurnya maka semakin besar kemungkinan timbulnya
kerak di dindingnya yang mengakibatkan
terganggunya aliran air dalam pipa.
Penyakit jantung bukan monopoli
orang laki-laki saja, perempuan pun dapat terkena juga. Memang betul lebih
banyak laki-laki yang terkena serangan jantung dari pada perempuan dalam usia yang lebih muda. Penelitian menunjukkan
bahwa perempuan sebelum fase menopouse memiliki risiko serangan jantung lebih
rendah dari pada laki-laki.
Hal tersebut disebabkan oleh
hormon estrogen yang bersifat “melindungi” terhadap penyakit tersebut. Hormon
ini kelihatannya memiliki pengaruh bagaimana tubuh bekerja menghadapi lemak dan
kolesterol sehingga menghasilkan kadar HDL tinggi dan LDL Rendah. Karena itu
pada pemeriksaan darah umumnya memiliki kadar HDL tinggi dari pada laki-laki.
Jadi bila mereka sama-sama memiliki angka kadar kolesterol total 200mg/dl,
sementara HDL perempuan 50 mg/dl, sedangkan HDL laki-laki 40 mg/dl, maka
rasionya akan berbanding 200/50= 4.0 untuk perempuan dan 200/40= 5.0 untuk
laki-laki. Karena itulah risiko PJK pada laki-laki lebih besar dari pada
perempuan.
b. Riwayat
Keluarga
Riwayat keluarga tidak sepenuhnya
merupakan faktor resiko PJPD, penyakit ini
juga dipengaruhi oleh lingkungan. Akan tetapi, seseorang yang memiliki
keturunan dengan riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah tetap harus
berhati-hati, terutama bagi keluarganya yang terserang penyakit di usia dini (
kurang dari 55 tahun). Sedangkan seseorang dengan keluarga memiliki riyawat
jantung dan pembuluh darah pada umur 75-80 tahun tidak perlu terlalu
dipermasalahkan. (Black,2002)
c. Obesitas
Obesitas juga merupakan faktor
risiko dari penyakit PJK yang dapat dimodifikasi. Dalam sebuah buku yang
ditulis oleh Kaplan dan Stamler disebutkan bahwa selain dapat menyebabkan
kematian, obesitas juga dapat merusak beberapa sistem pada organ tubuh. Jantung
bekerja lebih berat pada orang yang mengalami obesitas, dan volume darah serta
tekanan darah juga akan mengalami peningkatan. Penurunan berat badan secara
signifikan akan mempengaruhi penurunan kadar kolesterol yang berkontribusi
terhadap penimbunan lemak pada penderita jantung koroner. Berat badan
berlebihan berhubungan dengan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen jantung
menjadi meningkat. Kegemukan berkaitan erat dengan peningkatan kadar LDL. Fakta
menunjukkan bahwa distribusi lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan
faktor risiko penyakit jantung koroner. (Depkes RI, 2009)
d. Diabetes
Diabetes adalah suatu penyakit
dimana tubuh tidak dapat mengatur gula (secara spesifik, glukosa) dalam darah.
Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap PJK apabila kadar glukosa darah
naik, terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama karena gula darah
(glukosa) tersebut dapat menjadi racun terhadap tubuh, termasuk sistem
kardiovaskular. (Price dan Wilson, 1995)
Pasien diabetes cenderung
mengalami gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak
terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung berperan
menaikkan kadar kolesterol. Penyakit diabetes menyebabkan arterioklerosik.
Proses degeneratif vaskular dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang
peranan terjadinya pertumbuhan arteroma sehingga pembuluh arteri menjadi
sempit. (Price dan Wilson, 1995)
Penderita diabetes cenderung
memiliki prevalensi ateroklerosis yang lebih tinggi, demikian pula kasus
aterosklerosis koroner prematur dan berat. Mekanismenya sampai sekarang belum
dipastikan, tetapi mungkin yang menjadi penyebabnya adalah metabolisme lemak
dan faktor predisposisi terhadap generasi vaskular yang berkaitan dengan
gangguan toleransi glukosa. (Price dan Wilson, 1995)
e. Merokok
Merokok merupakan faktor terbesar
yang menyumbang terjadinya serangan jantung koroner. Para perokok mempunyai
risiko dua sampai tiga kali meninggal karena serangan jantung koroner dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Risiko terkena serangan jantung juga tergantung dengan jumlah rokok
yang dihisap setiap harinya. Orang yang lebih sering merokok lebih berisiko
terkena penyakit jantung koroner. Kadar nikotin dan kandungan karbon monoksida
dapat memperkuat beban kerja jantung dan
gangguan pengangkutan oksigen ke jantung. Merokok dapat merangsang proses
aterioklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida
dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada
dinding arteri. Sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi
hipersensitif dinding arteri. (Kusmana & Muchtar hanafi, 1996)
f. Hipertensi
Faktor risiko PJK lainnya adalah hipertensi.
Resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan peningkatan
tekanan darah. Hasil penelitian Framigham menunjukkan bahwa tekanan darah
sistolik 130-139 mmhg dan tekanan diastolik 85-89 mmhg akan meningkatkan resiko
penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan
darah kurang dari 120 per 80 mmhg. Hipertensi merupakan penyebab tersering
penyakit jantung koroner dan stroke. (Pedoman Pengendalian PJPD, 2011).
g. Konsumsi
Alkohol
Konsumsi alkohol yang terlalu
banyak akan meningkatkan tekanan darah sehingga resiko untuk terserang penyakit
jantung dan pembuluh darah juga lebih tinggi. Selain itu konsumsi alkohol juga
meningkatka kadar trigliserida yang dapat memperkeras arteri (CDC, 2010).
h. Stress
Stres adalah reaksi tubuh berupa
serangkaian respon yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari stresor. Dampak
negatif stres dapat berupa alkoholik, makan berlebihan, merokok, peningkatan
tekanan darah dan denyut jantung serta peningkatan gula darah. Secara tidak langsung
dampak ini meningkatkan resiko PJPD. Namun, stres juga dapat menjadi faktor
resiko penyakit serangan jantung dan stroke (Pedoman pengendalian PJPD, 2011)
Berdasarkan penjelasan diatas
menunjukkan bahwa penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit yang perlu
diperhatikan. Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit tersebut
sehingga perlu kesadaran diri yang tinggi untuk mencegahnya, di antaranya dengan
menjalankan gaya hidup sehat.
Referensi:
Adams, Robert, et al. 2009. Heart Diseases and Stroke Statistics.
Jurnal Of The Amerikan Heart Association, 199: el-e161World Health
Organization. 2010. Deaths From Non
Communicable Diseases. Genewa: WHO. 201.
Black, Hendy. 2002. Cardiovascular Disease Risk Factor.
Diakses pada 20 mei 2013 di www.med.yale.edu/library
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: Rineka Cipta
CDC. 2010. Center For Diseases Control and Prevention Stroke diakses pada 20
mei 2013 di http://www.cdc.gov/stoke/index.htm
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan
Pembuluh. Darah edisi I. Departemen Kesehatan RI. Ditjen P2PL Ditjen
Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah Berbasis Masyarakat. Edisi I, Cetakan II. Depkes RI.
Ditjen P2&PL Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2012. Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela
dan Data Kesehatan ISSN 2088-270X. Jakarta: Bakti Husada.
Depkes RI. 2007. Pedoman pengendalian Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007.
Jakarta: Departemen kesehatan RI
Flaherty, Martin, et al. 2012. Potential Cardiovascular Mortality
Reductions With Sticter Food Policies in United Kingdom of Great Britain and
Northern Ireland. Bulletin Of World Health Organization, Vol. 90
(pp.477-556). Geneva.
Kaplan & Stamler. 1931. Prevention of HCD. Canada: W.B Sauders
Company
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan
Pembuluh Darah. Jakarta: Kemenkes RI.
Kusmana &Moechtar. 1996. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner.
Jakarta: FKUI
Muchtar, zahra. 2010. Gambaran Epidemiologi Penyakit Jantung
Koroner Pada Pasien Wanita di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta Tahun 2009.
Skripsi. Universitas Indonesia
Price, Sylvia & Wilson. 1995.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Soeharto, Imam. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung
Koroner. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. H.13.
World Health Organization. WHO
World Health Organization Report 2000. Genewa: WHO.
0 comments:
Post a Comment