Monday, September 30, 2013

Penulis: Ana Erviana | Editor: Nur Luthfiyah

Prevalensi PJK

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi di era pembangunan kesehatan ini adalah beban ganda penyakit, yaitu di salah satu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, di lain pihak terjadi peningkatan penyakit yang tidak menular. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kematian di dunia pada tahun 2008 yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 63% dari jumlah kematian di dunia dan  diprediksikan akan meningkat pada tahun 2010 sebanyak 15% (WHO, 2010).

Menurut data yang termuat di Buletin Jendela dan Data Kesehatan oleh Depkes RI tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) (Depkes RI, 2012). Di Indonesia menurut hasil Riskesdas (2007) angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 terdapat sebanyak  582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM (Riskesdas, 2007).

Salah satu penyakit PTM yang meresahkan masyarakat saat ini adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan strok (5,7 juta). Pada tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

Dari bebarapa kumpulan penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. WHO memperkirakan 15 juta orang di dunia meninggal akibat jantung pertahunnya, yaitu sama dengan 30% total kematian di dunia. Selanjutnya, 7 juta lebih kematian tersebut di antaranya akibat penyakit jantung koroner, 500 ribu akibat stoke, dan 691 juta mengalami hipertensi (Muchtar, 2010).

Di negara lain, penyakit jantung koroner juga merupakan salah satu penyakit kardivaskular yang menyebabkan kematian. Pada tahun 2005, di Amerika Serikat sebanyak 56% kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular  dan didominasi oleh penyakit jantung koroner (Adams, et al. 2009). Hal ini juga terjadi di Inggris pada tahun 2006, angka kematian paling banyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan jantung koroner sebagai penyebab utamanya (Falherty, et al. 2012).

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) yang paling banyak adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, hipertensi dan penyakit jantung bawaan (Depkes RI 2009). Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, (Depkes RI, 2001 dalam Mamat, 2008).


Faktor Risiko PJK

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Bilamana penyempitan ini menjadi parah maka dapat terjadi serangan jantung dan apabila terjadi  penyempitan pembuluh arteri ke otak dapat menimbulkan stroke (Soeharto. 2000).  Faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, yaitu: (1) fakror yang tidak bisa dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin dan genetik; (2) faktor yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes, hiperlipedimia, merokok, kolesterol, stres dan olah raga (Bustan, 2007).

a. Umur

Umur merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap kejadian PJK, terutama terhadap terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner. Saluran arteri koroner ini  dapat dibandingkan dengan saluran pipa leding, yaitu semakin tua umurnya maka semakin besar kemungkinan timbulnya kerak  di dindingnya yang mengakibatkan terganggunya aliran air dalam pipa.

Penyakit jantung bukan monopoli orang laki-laki saja, perempuan pun dapat terkena juga. Memang betul lebih banyak laki-laki yang terkena serangan jantung dari pada perempuan dalam  usia yang lebih muda. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sebelum fase menopouse memiliki risiko serangan jantung lebih rendah dari pada laki-laki.

Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang bersifat “melindungi” terhadap penyakit tersebut. Hormon ini kelihatannya memiliki pengaruh bagaimana tubuh bekerja menghadapi lemak dan kolesterol sehingga menghasilkan kadar HDL tinggi dan LDL Rendah. Karena itu pada pemeriksaan darah umumnya memiliki kadar HDL tinggi dari pada laki-laki. Jadi bila mereka sama-sama memiliki angka kadar kolesterol total 200mg/dl, sementara HDL perempuan 50 mg/dl, sedangkan HDL laki-laki 40 mg/dl, maka rasionya akan berbanding 200/50= 4.0 untuk perempuan dan 200/40= 5.0 untuk laki-laki. Karena itulah risiko PJK pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan.

b. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga tidak sepenuhnya merupakan faktor resiko PJPD, penyakit ini  juga dipengaruhi oleh lingkungan. Akan tetapi, seseorang yang memiliki keturunan dengan riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah tetap harus berhati-hati, terutama bagi keluarganya yang terserang penyakit di usia dini ( kurang dari 55 tahun). Sedangkan seseorang dengan keluarga memiliki riyawat jantung dan pembuluh darah pada umur 75-80 tahun tidak perlu terlalu dipermasalahkan. (Black,2002)

c. Obesitas

Obesitas juga merupakan faktor risiko dari penyakit PJK yang dapat dimodifikasi. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Kaplan dan Stamler disebutkan bahwa selain dapat menyebabkan kematian, obesitas juga dapat merusak beberapa sistem pada organ tubuh. Jantung bekerja lebih berat pada orang yang mengalami obesitas, dan volume darah serta tekanan darah juga akan mengalami peningkatan. Penurunan berat badan secara signifikan akan mempengaruhi penurunan kadar kolesterol yang berkontribusi terhadap penimbunan lemak pada penderita jantung koroner. Berat badan berlebihan berhubungan dengan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen jantung menjadi meningkat. Kegemukan berkaitan erat dengan peningkatan kadar LDL. Fakta menunjukkan bahwa distribusi lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor risiko penyakit jantung koroner. (Depkes RI, 2009)

d. Diabetes

Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat mengatur gula (secara spesifik, glukosa) dalam darah. Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap PJK apabila kadar glukosa darah naik, terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama karena gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi racun terhadap tubuh, termasuk sistem kardiovaskular. (Price dan Wilson, 1995)

Pasien diabetes cenderung mengalami gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung berperan menaikkan kadar kolesterol. Penyakit diabetes menyebabkan arterioklerosik. Proses degeneratif vaskular dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan terjadinya pertumbuhan arteroma sehingga pembuluh arteri menjadi sempit. (Price dan Wilson, 1995)

Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi ateroklerosis yang lebih tinggi, demikian pula kasus aterosklerosis koroner prematur dan berat. Mekanismenya sampai sekarang belum dipastikan, tetapi mungkin yang menjadi penyebabnya adalah metabolisme lemak dan faktor predisposisi terhadap generasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan toleransi glukosa. (Price dan Wilson, 1995)

e. Merokok

Merokok merupakan faktor terbesar yang menyumbang terjadinya serangan jantung koroner. Para perokok mempunyai risiko dua sampai tiga kali meninggal karena serangan jantung  koroner dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Risiko terkena serangan jantung juga tergantung dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang lebih sering merokok lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner. Kadar nikotin dan kandungan karbon monoksida dapat  memperkuat beban kerja jantung dan gangguan pengangkutan oksigen ke jantung. Merokok dapat merangsang proses aterioklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri. Sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. (Kusmana & Muchtar hanafi, 1996)

f. Hipertensi

Faktor risiko PJK lainnya adalah hipertensi. Resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah. Hasil penelitian Framigham menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik 130-139 mmhg dan tekanan diastolik 85-89 mmhg akan meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari 120 per 80 mmhg. Hipertensi merupakan penyebab tersering penyakit jantung koroner dan stroke. (Pedoman Pengendalian PJPD, 2011).

g. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol yang terlalu banyak akan meningkatkan tekanan darah sehingga resiko untuk terserang penyakit jantung dan pembuluh darah juga lebih tinggi. Selain itu konsumsi alkohol juga meningkatka kadar trigliserida yang dapat memperkeras arteri (CDC, 2010).

h. Stress

Stres adalah reaksi tubuh berupa serangkaian respon yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari stresor. Dampak negatif stres dapat berupa alkoholik, makan berlebihan, merokok, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung serta peningkatan gula darah. Secara tidak langsung dampak ini meningkatkan resiko PJPD. Namun, stres juga dapat menjadi faktor resiko penyakit serangan jantung dan stroke (Pedoman pengendalian PJPD, 2011)

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit yang perlu diperhatikan. Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit tersebut sehingga perlu kesadaran diri yang tinggi untuk mencegahnya, di antaranya dengan menjalankan gaya hidup sehat.


Referensi:
Adams, Robert, et al. 2009. Heart Diseases and Stroke Statistics. Jurnal Of The Amerikan Heart Association, 199: el-e161World Health Organization. 2010. Deaths From Non Communicable Diseases. Genewa: WHO. 201.
Black, Hendy. 2002. Cardiovascular Disease Risk Factor. Diakses pada 20 mei 2013 di www.med.yale.edu/library
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
CDC. 2010. Center For Diseases Control and Prevention Stroke diakses pada 20 mei 2013 di http://www.cdc.gov/stoke/index.htm
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh. Darah edisi I. Departemen Kesehatan RI. Ditjen P2PL Ditjen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Berbasis Masyarakat. Edisi I, Cetakan II. Depkes RI. Ditjen P2&PL Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2012. Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela dan Data Kesehatan ISSN 2088-270X. Jakarta: Bakti Husada.
Depkes RI. 2007. Pedoman pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:  Departemen kesehatan RI
Flaherty, Martin, et al. 2012. Potential Cardiovascular Mortality Reductions With Sticter Food Policies in United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland. Bulletin Of World Health Organization, Vol. 90 (pp.477-556). Geneva.
Kaplan & Stamler. 1931. Prevention of HCD. Canada: W.B Sauders Company
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Kemenkes RI.
Kusmana &Moechtar. 1996. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: FKUI
Muchtar, zahra. 2010. Gambaran Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Wanita di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta Tahun 2009. Skripsi. Universitas Indonesia
Price, Sylvia & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Soeharto, Imam. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. H.13.
World Health Organization. WHO World Health Organization Report 2000. Genewa: WHO.


Tagged:

0 comments:

Post a Comment