Tuesday, November 26, 2013


Epidemiologi Kesmas 2010 UIN JKT proudly presents:

SEMINAR PROFESI EPIDEMIOLOGI 2013
"Ribuan Anak Terancam HIV-AIDS, Let's Prevent Mother to Child Transmission!"

Ayo, daftarkan segera!
Kuota terbatas!!

*Ada stand pemeriksaan tekanan darah gratis loh!!




Thursday, October 24, 2013

Hi Guys!

Masih bingung gmn bikin makalah?
Masih bingung gmn bikin proposal dan laporan penelitian?
atau bingung cara analisis data?
atau mungkin juga tidak tahu cara mencari jurnal ?

calm down~

Peminatan Epidemiologi (2010) PSKM UIN Jakarta proudly presents:
ISC (Intensive Student Course)
Kegiatan untuk memfasilitasi mahasiswa FKIK UIN Jakarta agar dapat menghasilkan karya ilmiah sesuai kaidah yang benar

4 jenis ISC ini bisa kamu pilih
- Sistematika penulisan makalah
- Sistematika penulisan proposal dan laporan penelitian
- software SPSS
- Manajemen jurnal

So, tunggu apa lagi??
Buruan daftar dan dapatkan info lebih lengkap ke nomor ini (Tika | 08561654539)

nb:

Pelaksanaan ISC Sistematika Makalah diundur menjadi tgl Jum'at, 25 Oktober 2013.



Monday, October 14, 2013

Penulis: Naila Rohmatin | Editor: Sukma Mardiyah

Sekilas Info Malaria
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles betina). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), secara global estimasi kematian yang diakibatkan oleh penyakit malaria pada tahun 2010 adalah 655.000 kasus malaria di seluruh dunia. Selain itu, tercatat 86% kematian terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun. Alokasi dana dari WHO dalam program penanggulangan malaria adalah 2 juta dolar Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan perlunya komitmen setiap negara untuk menanggulangi kejadian penyakit malaria.

Berdasarkan luasnya dampak yang diakibatkan oleh penyakit ini maka negara-negara di dunia sepakat untuk menjalankan suatu program pemberantasan malaria yang disebut Global Malaria Action Plan (GMAP). Organisasi Kesehatan dunia menetapkan pemberantasan penyakit Malaria hingga prevalensi minimal sebagai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs). Dengan adanya target MDGs tersebut, upaya pengendalian penyakit malaria di Indonesia semakin membaik. Angka kesakitan malaria selama tahun 2000-2009 cenderung menurun. Malaria ditemukan lebih dari 90 negara atau hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Menurut MDGs sendiri, kasus malaria masuk kedalam pencapaian target MDGs yang ke-6 yaitu memerangi penyaki malaria, artinya kasus malaria masih merupakan kasus yang perlu perhatian banyak pihak dalam upaya mengendalikan penyebarannya dan menurunkan jumlah kasus baru malaria demi tercapainya tujuan pada 2010.

Apa Itu Skrining Malaria?
Pelaksanaan skrining merupakan salah satu cara untuk menjaring kelompok yang beresiko terinfeksi malaria dan memisahkannya antara orang yang sakit dengan orang yang sehat. Uji skrining berdasarkan kriteria Dinkes untuk sensitivitasnya yaitu 85%. Proses pelaksanaan screening ada 2 tahap yaitu:

11. Tahap I adalah melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai risiko tinggi menderita penyakit. Apabila hasil negatif, dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit. Apabila hasil positif dilakukan pemeriksaan tahap selanjutnya.
2. Tahap II yaitu pemeriksaan diagnostik. Bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan mendapat pengobatan. Namun, bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit namun harus dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik.Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan mempunyai kebijakan program dengan mendiagnosis malaria secara mikroskopis.

Apa Itu Uji Reaksi Cepat?
Uji Reaksi Cepat atau yang disebut dengan Rapid Diagnostic Test (RDT) merupakan salah satu alat diagnostik alternatif dalam mendeteksi Plasmodium secara cepat dan tidak memerlukan keterampilan khusus. Uji Reaksi Cepat atau RDT itu merupakan pemeriksaan secara non mikroskopik. Mengapa? Karena RDT dilakukan dengan menggunakan parascreen dan pengobatannya menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT). Tapi hasil dari pemeriksaan ini masih harus diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria dengan pemeriksaan sediaan darah, yaitu pemeriksaan secara mikroskop karena pemeriksaan mikroskopik merupakan gold standard (standard baku) untuk diagnosis pasti malaria.

 Pemeriksaan mikroskop itu dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis, baik di rumah sakit/Puskesmas/lapangan tujuannya adalah untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif), spesies dan stadium plasmodium serta kepadatan parasit dalam darah. 

Kelebihan dari RDT antara lain:
1. Digunakan untuk tes cepat saat menghadapi wabah di lapangan
2. Tes dilakukan tanpa harus menggunakan sampel sediaan darah
3. Pemakaiannya mudah tanpa harus dilakukan oleh orang terlatih
Kelemahan dari RDT adalah masih perlunya pemeriksaan lanjut secara mikroskopik untuk mendapatkan kepastian sehingga dianggap seperti kerja dua kali. Sedangkan kelemahan dari pemeriksaan secara mikroskopik, antara lain:
1.      Harus menggunakan atau membuat sediaan darah terlebih dahulu
2.  Membutuhkan tenaga yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus untuk melihat dan membaca sedian darah agar tidak terjadi kesalahan yang fatal.
3.      Tidak dapat digunakan dilapangan saat menghadapi wabah.
4.      Butuh biaya banyak dan waktu yang lama.
Tetapi, ada juga kelebihan dari pemeriksaan secara mikroskopik yaitu pemeriksaan tersebut merupakan Gold Standard (Standard Baku) untuk diagnosis pasti malaria. Sebenarnya, perbandingan hasil antara RDT dengan pemeriksaan mikroskopik sediaan darah itu tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan, karena masing-masing tes memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Oleh karena itu, untuk para petugas kesehatan terutama para teknisi laboratorium harus memiliki keahlian dan ketelitian khusus serta keterampilan yang lebih dalam melihat dan membaca sediaan darah pada pemeriksaan mikroskopik karena jika tidak akan terjadi kesalahan yang fatal.
Jadi dengan demikian, diharapkan agar tujuan MDGs memerangi penyakit malaria dalam upaya mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus demi tercapainya tujuan pada 2015 itu dapat tercapai dan target pemerintah untuk mengeliminasi secara bertahap penyakit malaria demi tercapainya Indonesia bebas malaria pada tahun 2030 juga dapat terwujud. Amin..

Referensi:

1.        Nur Amani, M. Kadar, A. Abdul Kadar. dan Solikhah. 2009. Skrining Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuasin Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah. Jurnal Kesmas UAD Vol. 3, No. 3. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
4.        Arsin, A. A,  Heri Paerunan, Sri Syatriani. Posting Hiryani, Desi. 2012. Perbandingan Rapid Diagnostic Test dan Pemeriksaan Mikroskopik pada Diagnosis Malaria. http://www.jurnalkesmas.org/berita-334-perbandingan-rapid-diagnostic-test-dan-pemeriksaan-mikroskopik-pada-diagnosis-malaria.html Akses pada 20 Mei 2013
5.        Rahman, M. A. Istiana dan Nelly Al Audhah. 2013. Perbandingan Efektivitas Rapid Diagnosyic Test (RDT) Dengan Pemeriksaan Mikroskop Pada Penderita Malaria Klinis Di Kec. Jaro. Jurnal. http://ejournal.unlam.ac.id/index.php/bk/article/view/255 Akses pada 20 Mei 2013
6.        Ben. 2012. Bagaimana Memastikan Pasien Menderita Malaria Dan Bukan Demam Biasa. http://www.floresbangkit.com/2012/12/bagaimana-memastikan-pasien-menderita-malaria-dan-bukan-demam-biasa/ Akses pada 20 Mei 2013
7.        Biak Tingkatkan Pengendalian Malaria. 2011. http://www.jurnas.com/halaman/9/2011-1212/192110
8.        Desrinawati. 2012. Rapid Manual Test sebagai Alat Diagnostik Malaria falciparum. http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=227 Akses pada 20 Mei 2013
9.        Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume 4, Nomor 1, Agustus 2009.
11.    Malaria Rapid Diagnostic Test. 2007. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/mm5627a4.htm

Monday, September 30, 2013

Penulis: Rizka Rohmaningsih

Setelah melakukan kunjungan ke BBTKLPP Yogyakarta dan B2P2VRP Salatiga (2-4 Juli 2013), pada tanggal 5 Juli 2013, ESA melakukan wisata ke Goa Pindul. Objek wisata Goa Pindul merupakan objek wisata yang unik, yaitu berupa penelusuran Goa sepanjang 300 meter dengan menggunakan alat pelampung dan ban. Setelah itu lanjut dilanjutkan rafting di Kali Oyo .

Penasaran seperti apa keseruan ESA?
Let's, check this out! :)

Penulis: Ana Erviana | Editor: Nur Luthfiyah

Prevalensi PJK

Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi di era pembangunan kesehatan ini adalah beban ganda penyakit, yaitu di salah satu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, di lain pihak terjadi peningkatan penyakit yang tidak menular. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa kematian di dunia pada tahun 2008 yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 63% dari jumlah kematian di dunia dan  diprediksikan akan meningkat pada tahun 2010 sebanyak 15% (WHO, 2010).

Menurut data yang termuat di Buletin Jendela dan Data Kesehatan oleh Depkes RI tahun 2012 menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh penyakit tidak menular (PTM) (Depkes RI, 2012). Di Indonesia menurut hasil Riskesdas (2007) angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 59,5% pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 terdapat sebanyak  582.300 laki-laki dan 481.700 perempuan meninggal karena PTM (Riskesdas, 2007).

Salah satu penyakit PTM yang meresahkan masyarakat saat ini adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%) diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, terutama oleh serangan jantung (7,6 juta) dan strok (5,7 juta). Pada tahun 2015, kematian akibat penyakit jantung (kardiovaskular) dan pembuluh darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta (Depkes RI, 2009).

Dari bebarapa kumpulan penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan. WHO memperkirakan 15 juta orang di dunia meninggal akibat jantung pertahunnya, yaitu sama dengan 30% total kematian di dunia. Selanjutnya, 7 juta lebih kematian tersebut di antaranya akibat penyakit jantung koroner, 500 ribu akibat stoke, dan 691 juta mengalami hipertensi (Muchtar, 2010).

Di negara lain, penyakit jantung koroner juga merupakan salah satu penyakit kardivaskular yang menyebabkan kematian. Pada tahun 2005, di Amerika Serikat sebanyak 56% kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular  dan didominasi oleh penyakit jantung koroner (Adams, et al. 2009). Hal ini juga terjadi di Inggris pada tahun 2006, angka kematian paling banyak disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan jantung koroner sebagai penyebab utamanya (Falherty, et al. 2012).

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) yang paling banyak adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung rematik, hipertensi dan penyakit jantung bawaan (Depkes RI 2009). Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4 %, (Depkes RI, 2001 dalam Mamat, 2008).


Faktor Risiko PJK

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung. Bilamana penyempitan ini menjadi parah maka dapat terjadi serangan jantung dan apabila terjadi  penyempitan pembuluh arteri ke otak dapat menimbulkan stroke (Soeharto. 2000).  Faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner, yaitu: (1) fakror yang tidak bisa dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin dan genetik; (2) faktor yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes, hiperlipedimia, merokok, kolesterol, stres dan olah raga (Bustan, 2007).

a. Umur

Umur merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap kejadian PJK, terutama terhadap terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner. Saluran arteri koroner ini  dapat dibandingkan dengan saluran pipa leding, yaitu semakin tua umurnya maka semakin besar kemungkinan timbulnya kerak  di dindingnya yang mengakibatkan terganggunya aliran air dalam pipa.

Penyakit jantung bukan monopoli orang laki-laki saja, perempuan pun dapat terkena juga. Memang betul lebih banyak laki-laki yang terkena serangan jantung dari pada perempuan dalam  usia yang lebih muda. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan sebelum fase menopouse memiliki risiko serangan jantung lebih rendah dari pada laki-laki.

Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang bersifat “melindungi” terhadap penyakit tersebut. Hormon ini kelihatannya memiliki pengaruh bagaimana tubuh bekerja menghadapi lemak dan kolesterol sehingga menghasilkan kadar HDL tinggi dan LDL Rendah. Karena itu pada pemeriksaan darah umumnya memiliki kadar HDL tinggi dari pada laki-laki. Jadi bila mereka sama-sama memiliki angka kadar kolesterol total 200mg/dl, sementara HDL perempuan 50 mg/dl, sedangkan HDL laki-laki 40 mg/dl, maka rasionya akan berbanding 200/50= 4.0 untuk perempuan dan 200/40= 5.0 untuk laki-laki. Karena itulah risiko PJK pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan.

b. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga tidak sepenuhnya merupakan faktor resiko PJPD, penyakit ini  juga dipengaruhi oleh lingkungan. Akan tetapi, seseorang yang memiliki keturunan dengan riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah tetap harus berhati-hati, terutama bagi keluarganya yang terserang penyakit di usia dini ( kurang dari 55 tahun). Sedangkan seseorang dengan keluarga memiliki riyawat jantung dan pembuluh darah pada umur 75-80 tahun tidak perlu terlalu dipermasalahkan. (Black,2002)

c. Obesitas

Obesitas juga merupakan faktor risiko dari penyakit PJK yang dapat dimodifikasi. Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Kaplan dan Stamler disebutkan bahwa selain dapat menyebabkan kematian, obesitas juga dapat merusak beberapa sistem pada organ tubuh. Jantung bekerja lebih berat pada orang yang mengalami obesitas, dan volume darah serta tekanan darah juga akan mengalami peningkatan. Penurunan berat badan secara signifikan akan mempengaruhi penurunan kadar kolesterol yang berkontribusi terhadap penimbunan lemak pada penderita jantung koroner. Berat badan berlebihan berhubungan dengan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen jantung menjadi meningkat. Kegemukan berkaitan erat dengan peningkatan kadar LDL. Fakta menunjukkan bahwa distribusi lemak tubuh berperan penting dalam peningkatan faktor risiko penyakit jantung koroner. (Depkes RI, 2009)

d. Diabetes

Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat mengatur gula (secara spesifik, glukosa) dalam darah. Diabetes menyebabkan faktor risiko terhadap PJK apabila kadar glukosa darah naik, terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup lama karena gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi racun terhadap tubuh, termasuk sistem kardiovaskular. (Price dan Wilson, 1995)

Pasien diabetes cenderung mengalami gangguan jantung pada usia yang masih muda. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi dalam darah cenderung berperan menaikkan kadar kolesterol. Penyakit diabetes menyebabkan arterioklerosik. Proses degeneratif vaskular dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan terjadinya pertumbuhan arteroma sehingga pembuluh arteri menjadi sempit. (Price dan Wilson, 1995)

Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi ateroklerosis yang lebih tinggi, demikian pula kasus aterosklerosis koroner prematur dan berat. Mekanismenya sampai sekarang belum dipastikan, tetapi mungkin yang menjadi penyebabnya adalah metabolisme lemak dan faktor predisposisi terhadap generasi vaskular yang berkaitan dengan gangguan toleransi glukosa. (Price dan Wilson, 1995)

e. Merokok

Merokok merupakan faktor terbesar yang menyumbang terjadinya serangan jantung koroner. Para perokok mempunyai risiko dua sampai tiga kali meninggal karena serangan jantung  koroner dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Risiko terkena serangan jantung juga tergantung dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang lebih sering merokok lebih berisiko terkena penyakit jantung koroner. Kadar nikotin dan kandungan karbon monoksida dapat  memperkuat beban kerja jantung dan gangguan pengangkutan oksigen ke jantung. Merokok dapat merangsang proses aterioklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksida dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri. Sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. (Kusmana & Muchtar hanafi, 1996)

f. Hipertensi

Faktor risiko PJK lainnya adalah hipertensi. Resiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah. Hasil penelitian Framigham menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik 130-139 mmhg dan tekanan diastolik 85-89 mmhg akan meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari 120 per 80 mmhg. Hipertensi merupakan penyebab tersering penyakit jantung koroner dan stroke. (Pedoman Pengendalian PJPD, 2011).

g. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol yang terlalu banyak akan meningkatkan tekanan darah sehingga resiko untuk terserang penyakit jantung dan pembuluh darah juga lebih tinggi. Selain itu konsumsi alkohol juga meningkatka kadar trigliserida yang dapat memperkeras arteri (CDC, 2010).

h. Stress

Stres adalah reaksi tubuh berupa serangkaian respon yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari stresor. Dampak negatif stres dapat berupa alkoholik, makan berlebihan, merokok, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung serta peningkatan gula darah. Secara tidak langsung dampak ini meningkatkan resiko PJPD. Namun, stres juga dapat menjadi faktor resiko penyakit serangan jantung dan stroke (Pedoman pengendalian PJPD, 2011)

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit yang perlu diperhatikan. Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit tersebut sehingga perlu kesadaran diri yang tinggi untuk mencegahnya, di antaranya dengan menjalankan gaya hidup sehat.


Referensi:
Adams, Robert, et al. 2009. Heart Diseases and Stroke Statistics. Jurnal Of The Amerikan Heart Association, 199: el-e161World Health Organization. 2010. Deaths From Non Communicable Diseases. Genewa: WHO. 201.
Black, Hendy. 2002. Cardiovascular Disease Risk Factor. Diakses pada 20 mei 2013 di www.med.yale.edu/library
Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
CDC. 2010. Center For Diseases Control and Prevention Stroke diakses pada 20 mei 2013 di http://www.cdc.gov/stoke/index.htm
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh. Darah edisi I. Departemen Kesehatan RI. Ditjen P2PL Ditjen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pengendalian Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Berbasis Masyarakat. Edisi I, Cetakan II. Depkes RI. Ditjen P2&PL Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI. 2012. Penyakit Tidak Menular. Buletin Jendela dan Data Kesehatan ISSN 2088-270X. Jakarta: Bakti Husada.
Depkes RI. 2007. Pedoman pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta:  Departemen kesehatan RI
Flaherty, Martin, et al. 2012. Potential Cardiovascular Mortality Reductions With Sticter Food Policies in United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland. Bulletin Of World Health Organization, Vol. 90 (pp.477-556). Geneva.
Kaplan & Stamler. 1931. Prevention of HCD. Canada: W.B Sauders Company
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Kemenkes RI.
Kusmana &Moechtar. 1996. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: FKUI
Muchtar, zahra. 2010. Gambaran Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Pada Pasien Wanita di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta Tahun 2009. Skripsi. Universitas Indonesia
Price, Sylvia & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Soeharto, Imam. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. H.13.
World Health Organization. WHO World Health Organization Report 2000. Genewa: WHO.


Penulis: Wiwid Handayani | Editor: Nur Luthfiyah

Masih terbayang kejadian kemarin yang menimpa anak dari musisi terkenal di Indonesia yang tertimpa musibah kecelakaan mobil yang menewaskan banyak jiwa. Miris melihat anak di bawah umur mengemudi kendaraan. Namun tidak dapat dipungkiri, inilah trend masa kini. Terlepas dari budaya yang melingkupi masalah tersebut, saya menjadi terpikirkan mengenai, bagaimana program surveilans kecelakaan lalu lintas itu bekerja?

Gangguan akibat kecelakaan dan cedera saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena tingginya angka kecacatan dan kematian. Kecelakaan lalu lintas menempati urutan ke-9 pada disability adjusted life year (DALY) dan diperkirakan akan meningkat menjadi peringkat ke-3 di tahun 2020 (Nantulya VM, Reich MR, 2002), sedangkan di negara berkembang menempati urutan ke-2 (Coats TJ, Davies G, 2002).

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008). Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian kecelakaan lalu lintas darat yang tidak terduga dan tidak diinginkan. Karena surveilans ini lebih dikaitkan dengan kecelakaan lalu lintas, maka langkah-langkah pengumpulan data, dan sebagainya dititikberatkan ke arah data korban kecelakaan lalu lintas.

Kebijakan dalam pelaksanaan surveilans KLL adalah sebagai berikut (Ditjen P2PL, 2008):
  1. Melaksanakan surveilans KLL di Puskesmas dan Rumah Sakit Sentinel.
  2. Melaksanakan surveilans KLL di Puskesmas dan Rumah Sakit Non Sentinel serta unit pelayanan kesehatan swasta secara bertahap.
  3. Mengumpulkan data epidemiologi KLL pada instansi terkait dari setiap tingkat administrasi pemerintahan.
Strategi dalam surveilans KLL sebagai berikut (Ditjen P2PL, 2008):
  1. Melakukan advokasi ke instansi terkait
  2. Memfasilitasi terbentuknya kelompok surveilans KLL di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
  3. Memberikan bimbingan dan bantuan teknis program serta pelatihan bagi petugas kesehatan di setiap administrasi pemerintahan dalam rangka peningkatan surveilans epidemiologi.
  4. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi.
  5. Penguatan jejaring surveilans epidemiologi.
  6. Peningkatan pemanfaatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang terintegrasi dan interaktif.
  7. Meningkatkan diseminasi informasi dan sosialisasi program pengendalian KLL pada sektor terkait, pemerintah daerah dan masyarakat.

Penyelenggaraan surveilans KLL dapat dilakukan dengan beberapa metode yang dapat dipilih, yaitu (Ditjen P2PL, 2008):
  1. Surveilans epidemiologi rutin terpadu adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor risiko KLL.
  2. Surveilans epidemiologi khusus adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, dan faktor risiko pada situasi khusus.
  3. Surveilans Sentinel adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada sampel dan wilayah terbatas untuk mendapatkan sinyal/indikasi adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.
  4. Studi Epidemiologi adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan atau faktor risiko kesehatan.

Agar surveilans KLL berjalan secara sinergis dalam pengendalian faktor risiko, perlu adanya keterlibatan dari lintas program dan lintas sektor, antara lain:
1.      Departemen kesehatan
2.      Rumah sakit
3.      POLRI
4.      Departemen perhubungan
5.      Menkominfo
6.      Departemen pekerjaan umum
7.      Departemen Hukum dan HAM
8.      Badan Meteorologi dan Geofisika
9.      Pemerintah Daerah
10.  Pemadam Kebakaran
11.  Organda
12.  Asuransi jasa raharja, dan lain-lain.


Referensi:
Nantulya VM, Reich MR. Theneglected Epidemic: Road Traffic Injuries in Developing Countries. BMJ2002; 324: 1139-41.
Coats TJ, Davies G. Prehospital Care for Road Traffic Casualties. BMJ 2002; 324: 1135-8.
Direktorat Jenderal PP & PL. 2008. Petunjuk Teknis Surveilans Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cedera Lalu Lintas. Jakarta : Direktorat PP & PL.
DCP2 (2008). Public Health Surveillance: The Best Weapon to Avert Epidemics. Disease Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf

Sunday, September 22, 2013

 Penulis: Lailatul Magfiroh | Editor: Nur Luthfiyah



Tema tersebut dipilih anak-anak Epidemiologi sebagai tema stand peminatan Epidemiologi dalam acara JKKM (Jaringan Keluarga Kesehatan Masyarakat) yang telah diadakan oleh BEMJ Kesehatan Masyarakat pada tanggal 14 September 2013. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari angkatan 2010-2013 dan para alumni dari angkatan 2004-2009.

Selain stand peminatan Epidemiologi, terdapat stand-stand dari peminatan lain, yaitu  peminatan Kesehatan Lingkungan, Gizi, K3, Promosi Kesehatan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK). Tujuan umum dari keberadaan stand peminatan ini adalah sebagai media informasi bagi mahasiswa Kesehatan Masyarakat angkatan 2012 dan 2013 terkait berbagai permasalahan, model perkuliahan, prospek kerja di masa depan pada masing-masing peminatan. Setidaknya, melalui stand-stand tersebut, mereka memiliki gambaran umum terkait peminatan apa yang nantinya mereka pilih di semester 4.

Di stand Epidemiologi, kami menyediakan pemeriksaan tekanan darah secara gratis, dan mempromosikan karya-karya mahasiswa Epidemiologi angkatan 2010 dan 2011, seperti majalah EPIFO (Epidemiologi For Information), WARTA, dokumentasi kunjungan lapangan, dokumentasi praktek lapangan kegiatan skrining di Bogor, serta dokumentasi kunjungan ke Kementrian Kesehaatan dalam acara Pekan Imunisasi Dunia.
Meskipun adik-adik mahasiswa baru belum mendapatkan mata kuliah tentang Epidemiologi, tapi tidak sedikit dari mereka yang tertarik dengan peminatan Epidemiologi.

“Saya besok mau masuk peminatan Epidemiologi, karena bagi saya epidemiologi peminatan yang perlu tantangan dan saya masuk Kesehatan Masyarakat karena ingin masuk peminatan Epidemiologi nantinya." ujar Wati (MaBa 2013).


“Epidemiologi baru ada dua angkatan di Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah. Bagus banget! Epidemiologi itu ibarat jiwanya Kesehatan Masyarakat, anak Epidemiologi harus bisa mengolah data, dan analisis data dengan software. Karena di lingkungan kerja, soft skill yang seperti itulah yang sangat dibutuhkan. Perlu kalian ketahui juga bahwa sekarang lulusan Epidemiologi sangat dibutuhkan, meskipun kalian nanti lulus dengan S.KM, alangkah baiknya melanjutkan S2 di bidang Epidemiologi." ujar kak Ramdhani, S.KM. (Kesehatan Masyarakat, 2004).